Minggu, 24 April 2011

Balada Riska, Bawang Merah & Bawang Putih

13032690991496763744
Di balik bukit nan hijau, ada satu desa yang sangat indah dan damai. Di desa itu tinggalah seorang ibu bersama dua anak perempuan. Mariska  dan Priscilla dua gadis anak Bu Hermina itu sangat cantik nan rupawan. Mariska mempunyai wajah yang oval dan berkulit putih, sedangkan Priscilla berwajah bulat dan berkulit agak kecoklatan, tapi tetap manis. Suami bu Hermina telah lama tiada, semenjak Cilla dan Riska masih kecil, dan untuk menghidupi keluarganya bu Hermin berjualan sayuran di pasar.
Sejak pagi buta, bu Hermina beranjak ke pasar membawa dagangannya, seperti saat ini. Sebelum ke pasar di panggilnya Riska.
Riska !!! ” teriak bu  Hermin.
” Ya bu..” Riska tergopoh gopoh berlari dari arah dapur  mendekati ibunya.
” Ibu dah mau berangkat, jangan lupa mencuci baju dan juga memasak ” perintah bu Hermina pada Riska.
Riska hanya menjawab ” Ya bu, hati hati di jalan ya bu “. Riska anak gadis berumur 1o tahun yang sangat penurut dan baik hatinya. Dia anak yang lemah lembut lagi sopan berperilaku. Dan itu berbanding terbalik dengan adiknya,Cilla. Cilla berumur 8 tahun adalah anak yang manja dan suka berkata kasar dan keras baik pada kakaknya ataupun pada ibunya. Tapi walaupun Cilla suka memperlakukan kasar, Riska tidak sakit hati ataupun benci pada adiknya, dia tetap mengasuh adiknya dengan kasih sayang. Mmmm……..  memang Riska punya pribadi yang luar biasa baiknya.
Pagi ini setelah menyiapkan sarapan buat Cilla, Riska beranjak ke sungai hendak mencuci baju. Di panggilnya Cilla terlebih dahulu.
” Adik, kakak mau mencuci baju dulu, nanti setelah sarapan, boleh main tapi jangan jauh jauh dari rumah ya…?” pesan Riska pada adiknya.
” Biarin adik mau main kemana sesuka adik ” jawab Cilla ketus.
” Adik nggak boleh begitu sayang ” Riska sambil mengusap kepala adiknya, lalu beranjak pergi ke sungai.
Sambil bernyanyi riang Riska mencuci baju dengan cekatan. Yah…. suara Riska memang sangat merdu kalau menyanyi. Tiba tiba dia memekik kecil karena kakinya terantuk batu, dan tanpa sadar salah satu baju kebaya hijau milik ibunya terbawa arus sungai yang kali ini agak deras. Riska berusaha mengejar tapi karena di rasa kakinya sakit , dia kembali ke tempat semula lagi.
” Ah nanti aku bilang sama ibu kalau bajunya terbawa arus yang deras ini, semoga ibu memaafkan aku ” pikir Riska dalam hati.
Setelah selesai mencuci, Riska pulang dengan perasaan takut, dia mulai membayangkan kemarahan ibunya jika ibu tahu baju kebayanya terbawa arus sungai dan tak bisa di kejar olehnya. Tapi Riska tetap bertekad untuk jujur pada ibunya apapun kemarahan  yang akan di terimanya.
Sesampai di rumah, ternyata ibu telah pulang dari pasar. “Tumben pulang cepat ibu ” gumam Riska.
” Sudah pulang bu ” sapa Riska sambil menjemur pakaian yang baru saja di cuci.
” Ibu nggak enak badan ” jawab bu Herlin sambil mengawasi Riska.
” Hmmm bu.. saya mau bilang ” kata Riska bertekad berterus terang pada ibunya sekarang juga.
” Ada apa? kenapa kau terlihat ketakutan seperti itu? ” hardik bu Herlin.
” Emm… em …anu…. bu ” Riska tergagap ketakutan.
” Cepat katakan ” teriak Cilla yang kebetulan duduk di samping bu Herlin.
” Cepaaaaaaaaat ” bentak bu Herlin kembali.
” Emmm… baju kebaya ibu… ” kata Riska tercekat.
” Ada apa dengan baju ibu ? ” bu Herlin mendekat pada Riska ” cepat katakan ” lanjutnya semakin meninggi suaranya.
” Ha… hanyut ibu ” Riska menunduk penuh ketakutan ” maafkan Riska ” lanjut Riska.
” Apa?, kata maaf saja  belum cukup, sekarang juga kau cari baju ibu sampai ketemu ! ” perintah bu Herlin. ” Jangan pulang sebelum baju itu kau temukan “
Riska sedih dan menangis terisak, dari pagi tadi dia belum sempat sarapan kini perutnya sudah mulai melilit sakit. Tapi dia tak berani masuk rumah lagi. Segera di susuri kembali jalan menuju sungai. Dia ingin mengikuti arus  sungai dan berharap baju itu di temukan secepatnya.
Lama sudah Riska berjalan dan matahari sudah semakin meninggi. Riska terus berjalan sambil sepasang matanya tertuju pada aliran sungai itu. Tiba tiba di jumpainya seorang bapak tua sedang memandikan sapi. Riska bertanya sambil bernyanyi dengan merdunya
” Paman  yang sedang memandikan sapi, apakah melihat tadi ada sepotong baju hijau hanyut di sungai ini ?” merdu sekali suara Riska hingga membuat paman yang sedang memandikan sapi itu terpesona.
” Oh maaf adik, paman tidak melihatnya. Coba  kau berjalan lagi, nanti kau akan temui paman yang sedang memandikan kuda, cobalah kau tanya padanya ” saran paman yang memandikan sapi ini.
” Baiklah paman saya akan berjalan kembali, makasih ya paman ” ucap Riska penuh kesopanan.
” Semoga berhasil dik ” sahut paman.
Dan Riska mulai berjalan kembali, sebenarnya dia sudah tak kuat menahan lapar. tapi bila teringat kemarahan ibunya, dia menjadi semangat kembali melanjutkan pencarian baju itu.
Tak jauh dari tempat paman yang memandikan sapi, Riska melihat seorang paman yang memandikan kuda itu. Kembali Riska bernyanyi sambil bertanya pada paman itu.
” Paman yang memandikan kuda, apa tadi melihat ada baju hijau hanyut di sungai ini? “
” Oh tidak adik, paman baru saja sampai di sungai ini, coba kau tanya pada nenek yang sedang mencuci beras itu” paman itu menunjuk pada seorang nenek tua yang sedang mencuci beras di tepi sungai.
Setelah mengucapkan terima kasih pada paman yang memandikan kuda, Riska berjalan ke tempat seorang nenek yang sedang mencuci beras, dan kembali Risak bertanya sambil bernyanyi.
” Nenek yang baik hati, adakah engkau melihat ada baju hijau hanyut terbawa arus sungai ini “
” Ada cu, sudah nenek simpan di rumah, nanti nenek ambilkan. Tapi bentar ya nenek lagi mencuci beras ini” jawab nenek dangan terbatuk kecil, maklum nenek sudah tua sekali.
” Ah nek, bolehkah saya bantu cuci beras ?” Riska ingin membantu karena dia tak tega melihat nenek yang setua itu masih bekerja sendiri. Dan sekejab saja  beras sudah siap untuk di masak. Riska mengikuti nenek itu pulang kerumah, dia juga membantu nenek memasak nasi, lalu memasak sayur yang sudah di siapkan nenek tua itu. Karena Riska sudah terbiasa mengerjakan pekerjaan itu jadi dia bisa secepatnya membantu sang nenek dalam menyiapkan makanan. Lalu mereka makan bersama.
Setelah  itu, sang nenek memanggilnya untuk masuk dalam kamarnya. Riska menuruti kata kata nenek, dan dia terkejut karena di dalam kamar nenek terdapat banyak sekali buah semangka.
” Cucuku yang manis, ini baju hijau milik ibumu itu ” kata nenek sambil menyerahkan baju hijau milik bu Herlin pada Riska.
” Syukurlah dapat di ketemukan,  terima kasih nek ” kata Riska sambil memeluk nenek.
” Dan ini sebuah semangka bawa satu buah sebagai hadiah dari nenek karena kau anak yang rajin dan baik hati ” nenek itu menyerahkan  satu buah semangka yang lumayan besar. ” Tapi ingat, semangka ini hanya boleh kau buka saat kau sudah menikah nanti ” pesan nenek kemudian.
” Wah nenek… ” kata Riska bahagia. ” Terima kasih nek ” lanjutnya dengan penuh riang gembira.
” Sekarang pulanglah, hari sudah beranjak sore ” kata nenek kemudian.
Setelah berpamitan, Riska pun berlalu pergi dari rumah sang nenek. Kembali di susuri jalan di tepi sungai  yang tadi di lewatinya.
Hari menjelang senja sewaktu Riska sampai di depan rumah. Bu Herlin dan Cilla menyambutnya di depan pintu.
” Riska, mana baju ibu ” teriak bu Herlin waktu Riska sudah mau melangkahkan kakinya masuk rumah.
” Ini ibu ” jawab Riska sambil memberikan baju hijau milik ibunya itu.
” Bagus, itu apa yang kau bawa, kamu mencuri semangka ya ? ” hardik bu Helin lagi.
” Semangka pemberian seorang nenek yang menemukan baju ibu ” jawab Riska dengan tergagap. Lalu Riska menceritakan kejadian demi kejadian sewaktu dia menyusuri sungai untuk mencari baju itu sampai saat dia di bertemu dengan nenek yang kemudian memberi semangka itu.
” Mari bawa sini ” bu Herlin merebut semangka yang berada dalam dekapan Riska. ” Kita potong Cilla, sana ambil pisau ke dapur Riska ” perintah bu Herlin lebih anjut.
” Ibu.. sesuai pesan nenek tadi, semangka hanya boleh di buka setelah Riska menikah bu ” jelas Riska sambil menahan isak.
” Ambil pisau ! cepat ! ” bentak bu Herlin tanpa menghiraukan isak Riska.
” Ibu, Riska mohon bu  ” Riska meratap pilu.
Tanpa menghiraukan tangisan Riska, bu Herlin dan Cilla masuk ke dapur berniat memotong semangka itu. Riska mengikuti dari belakang sambil terus terisak.
” Woooww…. emas  ! ” teriak bu Herlin terperanjat heran, karena begitu memotong semangka ternyata di dalam semangka itu berisi bermacam macam perhiasan yang terbuat dari emas. Bukan main girangnya bu Herlin dan Cilla, mereka berdua bernyanyi sambil mencoba perhiasan itu satu persatu.
Sekejab kemudian timbul niat buruk di dalam hati bu Herlin lalu dia berbisik pada Cilla. Rupanya bu Herlin masih belum puas dengan perhiasan yang ada di dalam semangka itu, lalu dia memerintahkan Cilla untuk berlaku sama dengan Riska. Yaitu dengan pura pura menghanyutkan baju lalu mencarinya ke tempat nenek tua yang memberi semangka. Dengan harapan  Cilla juga akan mendapatkan semangka sebagaimana Riska.
Pagi buta, bu Herlin sudah membangunkan Cilla, dan menyuruh anak kesayangannya itu berangkat ke sungai sambil membawa sepotong baju.Tapi dasar si Cilla ini anak pemalas, dengan cemberut dia memenuhi perintah ibunya.
” Ufh… masih ngantuk juga ” sungut Cilla
” Eh sayang, nggak boleh begitu, nanti kita akan mempunyai emas yang banyak, kita akan kaya ” kata bu Herlin menyemangati anak bungsunya itu.
Sesampai di sungai, segera saja Cilla menghanyutkan baju ibunya yang kali ini berwarna merah. Sejenak dia duduk lalu tertidur di semak semak di tepi sungai. Bu Herlin yang kemudian menyusul, membangunkan sambil menyuruh Cilla cepat cepat menyusuri sungai seperti yang di lakukan Riska.
Cilla menurut saja apa yang di perintahkan ibunya, walau dengan perasaan enggan. Tapi karena bayangan akan mendapatkan emas yang banyak, maka timbul lagi semangat untuk segera bertemu dengan seorang nenek tua yang di ceritakan oleh Riska.
Tibalah Cilla bertemu dengan paman yang sedang memandikan sapinya.
” Paman apa kau melihat ada sepotong baju milik ibuku yang hanyut di sungai ini ?” tanya Cilla dengan lagak yang tidak sopan.
” Aku tidak tahu ” jawab paman yang memandikan sapi itu dengan enggan. dia berpikir anak ini berwajah cantik tapi hatinya tidaklah secantik parasnya.
Mendengar jawaban yang tak bersahabat dari paman itu, Cilla berlalu meneruskan perjalanannya. Sampailah Cilla pada seorang paman yang sedang memandikan Kuda, kembali dia bertanya dengan sifat angkuhnya.
” Paman, apakah melihat sepotong baju yang hanyut di sungai ini ? “
” Aku tidak melihatnya” jawab paman yang memandikan kuda itu sambil terus memandikan kudanya.
Kembali Cilla melanjutkan perjalannya, dan dia merasa gembira demi di lihatnya seorang nenek yang sedang mencuci beras di tepi sungai sama persis yang di ceritakan oleh Riska kakaknya
” Ternyata benar juga yang di ceritakan kak Riska, ada seorang nenek yang sedang mencuci beras ” gumam Cilla dalam hati, di dekatinya sang nenek itu.
” Nek apakah melihat ada sepotong baju yang hanyut di sungai ini? ” tanyanya pada nenek itu
” Iya cu, tapi nenek simpan di rumah ” jawab nenek sambil mengamati wajah Cilla. “Hmmm mirip dengan Riska ” gumamnya dalam hati.
” Ayo cepatlah pulang ke rumah nek, dan ambil baju merah itu ” seru  Cilla dengan suara yang keras.
Tentu nenek itu terkejut dengan kekasaran Cilla, nenek itu lalu membandingkan dengan tindak tanduk Riska yang sopan dan penolong, sedangkan Cilla bertabiat kasar dan angkuh. Segera saja nenek mempercepat langkahnya untuk pulang ke rumah dan di ikuti Cilla di belakangnya.
Karena tak ingin Cilla berlama lama di rumahnya, nenek itu segera memberikan baju merah milik ibu Herlin pada Cilla, dengan harapan gadis itu cepat pergi dari rumahnya.
” Ini cu, baju yang tadi nenek ketemukan di sungai ” sambil memberikan baju pada Cilla.
Cilla celingak celinguk berharap nenek itu memberikan semangka seperti yang dia berikan pada Riska. Tapi sampai Cilla mau pulang nenek itu tak memberikan apa apa pada Cilla.
” Nek, kenapa kakakku di beri semangka sedang aku tidak ” tanya Cilla pada nenek itu.
” Oh  Riska yang kemaren ke sini itu kakakmu…? kenapa kalian berbeda sekali ” tanya nenek itu penuh keheranan.
” Tentu aku berbeda dengan kakakku, aku lebih cantik ” jawab Cilla penuh keangkuhan.
” Maksud nenek, Riska anak yang baik hati dan berbudi luhur ” kata nenek menjelaskan.
” Ah sudahlah, cepat beri aku semangka itu nek, kata kak Riska, nenek punya banyak semangka ” lanjut Cilla, memaksa nenek.
Nenek lalu masuk ke kamar dan tak lama kemudian keluar mebawa sebuah semangka yang lumayan besar dan di berikan pada Cilla. Tanpa berterima kasih dan berpamitan ,Cilla segera beranjak tuk pulang ke rumah. Nenek itu hanya bisa geleng geleng kepala melihat kelakuan Cilla.
Dan sampailah Cilla di rumahnya, bu Herlin sudah menunggu dengan harap harap cemas karena dia ingin segera melihat apakah Cilla berhasil mendapatkan semangka seperti Riska.  Begitu melihat Cilla, hati bu Herlin bukan main girangnya. cepat cepat  mereka masuk ke dapur agar segera dapat membuka semangka itu. Sedang Riska tak di perbolehkan ikut masuk ke dapur. Riska justru di suruh menunggu di luar rumah oleh ibunya.
Bu Herlin siap siap memotong semangka itu, tapi apa yang terjadi ? dari dalam semangka itu muncul banyak sekali ular yang kemudian menggigit mereka berdua. Bu Herlin dan Cilla berteriak kesakitan, dan munculah sebuah suara dari langit.
” Inilah balasan kalian atas ketamakkan dan juga perbuatan buruk kalian selama ini, sesungguhnya sang Pencipta menciptakan dunia dan seisinya ini untuk hidup saling berbagi, berdampingan, saling mengasihi dan berbuat baik satu sama lainnya, dan sekarang terimalah balasan setimpal ini “  setelah suara itu menghilang, bu Herlin dan Cilla menghembuskan nafasnya yang terakhir.  Ajaib  ular ular kemudian menghilang seiring menghilangnya suara dari langit tadi.
Riska akhirnya memberanikan diri masuk ke dapur karena di dengarnya jeritan ibu dan adiknya. Dia segera memeluk bu Herlin dan Cilla begitu tahu mereka telah meninggal dunia. Riska menangisi mereka berdua, bagaimanapun Riska sangat sayang pada ibu dan adiknya itu, walau mereka suka berlaku kasar padanya.
” Ibu, Cilla, dengan siapa aku kini hidup…? ” ratap Riska penuh pilu hati.
Tiba tiba berdiri di hadapannya nenek tua yang telah membantu menemukan baju ibunya sambil berkata.
” Tinggalah bersama nenek cucuku, cukup sudah penderitaanmu ini “  tangan nenek itu lembut membelai kepala Riska. Dan Riska mengangguk lembut lalu memeluk nenek dengan penuh rasa haru.
Memang benar, bahwa manusia itu hidup harus punya tenggang rasa terhadap saudara, teman dan semua tang ada di sekeliling kita. dan setiap perbuatan baik akan mendapatkan balasan yang baik pula, begitupun perbuatan buruk akan menuai keburukkan.
Demikian cerita tentang Bawang Merah dan Bawang Putih, semoga kita dapat mengambil manfaat dari cerita lama ini.
*************************000000000000000000**************************
Penulis : Selsa (123)
NB :  UNTUK MEMBACA TULISAN PARA PESERTA PARADOKS YANG LAIN MAKA DIPERSILAKAN MENGUNJUNGI AKUN Dongeng Anak Nusantara di Kompasiana sbb : Dongeng Anak Nusantara.
Salam,
Selsa

0 komentar:

Posting Komentar