Senin, 14 Maret 2011

Resonanis Jiwa

1300039676223713424
Perjalanan hidup manusia selalu disertai oleh sepasang malaikat atau mungkin lebih. Dalam meniti setiap tahap kehidupan, sering kita terjebak dalam ruang hening, dan di ruang itulah inspirasi akan hadir bersama malaikat karena perintah Allah. Malaikat adalah makhluk halus nan indah dan bersayap, seperti yang sering kubaca dalam berbagai kitab. Akan tetapi, malaikat pribadi penyerta dalam setiap desir darah kita, tak tampak atau menampakkan wujudnya pada manusia biasa, kecuali bagi mereka yang terpilih.

Hidup memang menyenangkan, tapi alurnya berubah-ubah  dan beda bagi setiap insan. Ada yang tegar, ada yang santai ,dan ada jua yang memasrahkan dirinya kepada ketetapan. Bagi mereka yang tegar, akan terus menghantam derasnya kehidupan, meskipun beribu aral melintang. Sebagian manusia mengharapkan kemurahanNya dan menganggap Dia maha penolong, mereka hidup dengan santai tanpa beban. Ada pula sebagian dari manusia telah pasrah pada hidup yang penuh rahasia, sehingga mereka menikmati apa yang tersaji dengan cara mudah. Hidup memang penuh tantangan, menyenangkan, juga mudah. Semua tantangan, kesenangan dan kemudahan adalah perkara yang berbeda, yang di dalamnya terselip rahasia nikmat. Sesulit apapun hidup ini, ada bentang jalan ketenangan, jika kita menyimak setiap rangkaian pasang surut kehidupan.
Renungan ini tiba-tiba muncul di setiap sel darah karena sentuhan malaikatNya, bergetar dan meresap dalam beningnya jiwa ketika aku terjaga di malam hari. Kulihat jam weker menunjukkan pukul 02:15, dan aku tak kuasa menjawab setiap tanya yang terbesit dari sekeping jiwa. Kupejamkan lagi mata ini menyusuri setiap detak dalam lipatan nadi menuju irama ruang yang begitu damai dan tenang. Tapi aku tak mampu menyelam hingga ke dasarnya. Ada pesan suci yang tak bisa diaksarakan, datang menyelinap dan membiaskan cahaya putih, lalu kembali pada kehampaan. Aku dibuatnya takjub sekaligus resah, membalur pada dimensi raga, akal dan jiwa. Kukerahkan seluruh energy untuk mengurai benang-benang ilham untuk mendiagnosis hukum alam semesta. Akalku sibuk mencari keseimbangan raga-akal-jiwa.
Hari ini kumulai petualangan baru. Aku terpekur, masih dengan gelisah seperti semalam. Adakah peristiwa semalam adalah suatu kebetulan?. Semua masih terlintas dalam pikiran. Untunglah Tuhan menganugerahi manusia sebongkah otak disertai seperangkat akal. Lewat akal inilah kita bisa membedakan segala sesuatu, yang dikenal dengan jiwa atau indera keenam. Indera keenam inilah yang akan menjadi titian segenap keyakinan, sekaligus kunci gerbang anugerah yang maha luas. Ada resonansi dari seutas benang di dalam hati, yang ujungnya tertaut di ujung ruang tanpa batas. Makna agung yang sulit dilacak dengan panca indera, berurai dan berutas tanpa henti dan tak terjelaskan. 

Kutatap senja menjingga di ufuk kiblat, dan kudapati karunia dan nikmat yang menyenangkan beresonansi dengan jiwa tanpa raga. Aku tersadar sekejap, meresapi nikmatnya yang terus mengucur sebagai anugerah terindah bagi jiwa. Ada bayangan ketakutan ketika spiritual dan intelektual tak mampu kujaga keseimbangannya. Selama ini banyak manusia telah membuat keputusan yang keliru dalam hidupnya, menggantung asa setinggi langit dengan keputusan-keputusan yang tak pantas dan tak lumrah. Seiring bayangan temaran senja larut pada kabut-kabut tipis menjemput malam, masih tersisa sepenggal do’a. “Ya Allah…tautkan benang jiwa ini pada cakrawala kebenaran, jangan biarkan utas-utas itu mengkusut hingga aku tak mampu mengurainya, ukirlah laksana bianglala, benamkan hingga ke dasar jiwa”. Perlahan, embun turun laksana tirai tipis, menitik basahi jiwa dan membentuk kubangan,  beku laksana salju di musim dingin.  Seketika, lilin-lilin di langit memercikkan nyala, mencair, lalu memancarkan keindahannya. Langit semakin indah bermahkotakan rembulan. Gemerincing azan menggema di seantero alam, hinggap ke pucuk awan. Alam menjadi senyap menghadirkan kesadaran, bahwa semua karyaNya seimbang, indah dan dipoles dengan rahmahNya, sempurna. Jiwa kembali tertunduk malu dan lesu, saat hati nurani berbisik “ Siapakah yang telah kidungkan sonata saat  camar malam tebarkan kerinduan”?.
Jogja, 110311

2 komentar:

Medi mengatakan...

Great,,,
Tulisan yang indah.
Izin Copas ya mas

WePe mengatakan...

Hmmm... Ini Juga Copas dari Mas Halim Malik mbak, asal nama penulsinya tetap dicantumkan gak masalah mbak...

Posting Komentar