Minggu, 09 Januari 2011

Cinta Terpendam

By Selsa

Pagi masih berselimut kabut tipis, tapi aku sudah mulai membenahi dagangan di warungku. Akhir akhir ini, di setiap pagi aku selalu menyempatkan diri untuk berada di warung. Entah membenahi atau hanya sekedar duduk nikmati secangkir kopi. Dan kebiasaan ini telah sepuluh hari aku lakukan semenjak seseorang menyapaku di kepagian dengan senyum yang membuat aku serasa mabuk kepayang.

Aku tak tahu apakah ini cinta atau hanya karena aku kesepian setelah 15 tahun menjanda karena bapak Bain meninggal. Dan keramahan laki laki itu telah menyihirku sedemikian rupa hingga aku terkapar dalam harapan yang menjulang tinggi ke angkasa, walaaaahh…

” Mam,… ngapain pagi pagi dah melamun” sapaan Bain mengagetkan aku

” Ahh… bikin emak kaget aja kau, tumben sudah bangun nak?”  tanyaku menutupi kegugupan karena tertangkap sedang melamun.

” Dahlah mam, ngaku aja, akhir akhir ini Bain perhatikan Mami suka melamun, kangen ma papi ya…?” selidik Bain.

” Siapa yang melamun nak ?” tanyaku sambil pura pura marah.

” Mami itu yang melamun, apa mungkin mami jatuh cinta lagi ?”

” Ngawur aja kamu nak, Emak dah tua kok”.  Aku sangat gugup sekali, mungkinkah Bain merasakan kalau emaknya sedang jatuh cinta. Wah aku sangat malu sekali kalau sampai Bain tahu rahasia hatiku.

Laki laki itu memang akhir akhir ini selalu menghiasi pelangi di hatiku. Senyum manisnya, keramahannya dan juga tubuh tegapnya itu selalu membayangi di setiap helaan nafasku. Walau aku tak tahu apakah laki laki itu juga merasakan yang sama dengan yang kurasakan. Atau mungkinkah ini hanya ke GR an ku saja. Yang jelas aku rasakan bahwa tiap pagi sebelum berangkat kerja, laki laki itu selalu  menyapaku dengan keramahannya.

” Pagi bu Selsa… apa kabar hari ini ” itulah sapaannya yang selalu buatku tak bisa melepaskan bayangannya walau sedetikpun.

” Tuh mami melamun lagi ” teriak Bain, kali ini aku benar benar terlonjak kaget yang luar biasa.

” Mami pasti jatuh cinta , terlihat tuh muka mami bersemu merah, ayolah mam, jujur aja pada Bain” lanjut Bain, tanpa mem[erhatikan lagi padaku yang pura pura melotot marah.

“Ah kau makin ngaco, udahlah emak mau ke belakang cuci baju, kau tunggu warung ini bentar ya…?” aku berlalu dari hadapan Bain, karena aku sudah tak bisa menyembunyikan kegugupanku. Dan pagi ini kurelakan diri untuk tak menunggu laki laki itu lewat dan sekedar mengharap sapaan manisnya. Biarlah …. dari pada aku jadi bulan bulanan Bain. Masih ada hari esok untuk bisa melihat wajah dan nikmati sapaan lembutnya. kenapa tak mau lepas 

Haruskah aku katakan pada Bain kalau emaknya yang sudah berumur senjaini jatuh cinta atau kubiarkan saja jadi cinta yang terpendam? Ah wajah itu ….. selalu membayangi langkah langkahku

0 komentar:

Posting Komentar