Rabu, 26 Januari 2011

Awal Hari Tua Ku ... By Selsa

Semilir hawa sejuk pegunungan menerpa kulitku, saat aku tapaki jalan setengah basah sisa di guyur hujan semalaman. Geliat penduduk dasa Rangkat mulai terasa. Jalanan desa Rangkat ini mulai ramai, ada pedagang yang berteriak menjajakan dagangannya, ada celoteh riang anak anak berangkat ke sekolah, dan juga para petani dengan cangkul di pundak dan siap menggarap sawahnya. Ah desa ini masih seperti lima belas tahun yang lalu, saat aku tinggalkan demi bertaruh dengan kehidupan metropolitan. Aku tinggalkan pula anak semata wayangku Bain, dia aku titipkan pada kakek neneknya, kedua orang tuaku.

Sepuluh tahun di metropolitan aku mencoba memperbaiki nasib kehidupanku dengan menjadi TKW di Malaysia. Dan kini aku sudah mulai renta, dengan sedikit tabungan yang aku kumpulkan dari hasil kerjaku, aku ingin menetap di desaku kembali dan membuka sebuah warung kelontong di depan rumah. Dan teras rumahku telah aku ubah jadi kios untuk warungku nanti.

Pagi ini aku akan ke kantor kepala desa guna mengurus kartu penduduk baru. Selama ini aku memang tercatat sebagai penduduk Jakarta hehehe…..  Aku sengaja datang pagi pagi karena sekalian ke kota buat belanja keperluan warung baruku.

Balai desa masih sepi, tapi pintu kantornya sudah terbuka. Segera aku masuk dan aku temui seorang wanita yang mengaku sebagai sekertaris desa Rangkat. Triana nama sekdes itu, mengatakan akan mengantar ke rumah bila KTP ku sudah jadi dan itu memakan waktu kira kira satu minggu.

Saat akan meninggalkan kantor kepala desa, seorang pedagang tahu menghampiriku, dia menawarkan dagangannya.
“Pagi bu, ibu.. belum pernah mencicipi tahu dagangan saya ya,…?” sapa pemuda tanggung, penjual tahu itu. Aku mengangguk.
Entah karena kasihan atau karena sapaannya yang ramah aku menjadi berminat membeli dagangannya. ” dik aku minta lima ribu aja ya..?” jawabku
“Wah bu kalau lima ribu cuma dapat lima ” kata penjual tahu sambil memilihkan beberapa tahu buatku.
“Nggak papa… yang makan juga cuma berdua kok ” jawabku. Tiba tiba mataku tertuju pada wajahnya.   “Ah penjual tahu ini sangat ganteng rasanya tak pantas jadi penjual tahu” batinku.
Aku memberikan uang lima ribuan padanya sambil mataku terus menatap wajah tampannya, andai Bain anakku punya wajah seperti dia, pasti aku sudah punya mantu pikirku. Tapi anak itu bandel, sudah muka pas pasan tapi gayanya selangit. Dia pernah bilang padaku kalau istrinya nanti minimal wajahnya secantik Maudy Koesnaedi, yang jadi bintang di film Si Doel Anak Sekolahan bersama aktor ganteng Rano Karno . Sebenarnya ku geli , tapi sebagai ibu, aku hanya bisa bilang kalau aku mendukung apa yang dia cita citakan.
” Bu… kok melamun ? ” kata penjual tahu itu mengagetkan aku. Dia memberikan kantong plastik yag berisi tahu itu padaku.
” Oh iya makasih ya….” aku berlalu darinya tapi…. sejenak aku berpaling pada penjual tahu itu ” Dik kau sebenarnya pantas jadi bintang film, coba ke jakarta buat melamar jadi artis ” pesanku. Penjual itu bengong mendengar kata kataku. Segera aku berlalu dari hadapannya.
Aku pun melanjutkan perjalanan pagiku dengan naik bus mini untuk berbelanja ke kota. Hari ini aku ingin memulai hidup yang lebih nyaman dengan tinggal di desa Rangkat, desa kecil nan damai yang kan menyejukkan hari tuaku, semoga.

0 komentar:

Posting Komentar